Eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri hanya sebuah alternatif.
Jadi, jika di awal kreditur dan debitur sepakat dengan penyitaan jika ada masalah, proses eksekusi tak perlu lagi dilakukan melalui pengadilan.
"Diharapkan multitafsir eksekusi jaminan fidusia kini menjadi jelas dan eksekusi melalui putusan pengadilan hanya alternatif atau pilihan bagi penerima fidusia," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno.
Dalam putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 menyebutkan, debitur yang mengakui ada wanprestasi, maka ia bisa menyerahkan sendiri objek jaminan fidusia kepada kreditur.
Eksekusi juga bisa dilakukan langsung oleh kreditur jika debitur mengakui ada wanprestasi.
Putusan MK ini berawal dari gugatan Joshua Michael Djami, yang mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 15 Ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Joshua merupakan karyawan di perusahaan pembiayaan dengan jabatan kolektor internal.
Ia meminta kejelasan terkait proses eksekusi objek jaminan fidusia.
"Pegawai perusahaan pembiayaan dengan jabatan kolektor internal dengan sertifikasi profesi di bidang penagihan meminta kejelasan terkait proses eksekusi objek jaminan fidusia. Permohonan uji materi tersebut merupakan buntut putusan MK nomor 18/PUU-XVII/2-2019," begitu bunyi putusan MK.
Pada putusan MK 2019 itu, ada sejumlah tafsiran berbeda soal eksekusi jaminan fidusia.
Ada yang menyebut eksekusi bisa dilakukan di luar pengadilan, tetapi ada sejumlah pihak yang mengklaim eksekusi harus dilakukan lewat pengadilan.
Baca Juga: Cara Melawan Debt Collector Gak Perlu Otot, Cukup Tanyakan 4 Syarat Ini
Editor | : | optimization |
Sumber | : | Otomania.com |
KOMENTAR