"Maka, seharusnya harga Pertamina tidak akan jauh dari situ," terangnya.
"Perbedaan mungkin di angka Rp 50 atau Rp 100 lebih murah," ujar Mamit.
Mamit menambahkan, beban selisih harga sejatinya telah ditanggung Pertamina sejak 2021.
Selisih harga jual dengan harga keekonomian mencapai Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per liternya.
Senada, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai kenaikan harga minyak dunia saat ini kian memberatkan Pertamina.
"Saat ini harga Pertamax masih menggunakan acuan asumsi ICP APBN 2022 yang ditetapkan 65 dollar AS per barrel," kata Komaidi.
Padahal, harga minyak dunia terus menunjukkan peningkatan jauh di atas asumsi tersebut.
Di sisi lain, pemerintah dinilai harus segera mengambil kebijakan terkait harga BBM.
Menurut Mamit, pemerintah perlu segera menerbitkan regulasi turunan dari Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Baca Juga: Cara Merawat Mobil Bekas, Ini Dua Penyebab Air Aki Cepat Habis
Dia mengatakan, kondisi itu membuat pelaku usaha khususnya Pertamina pun masih kebingungan dalam implementasinya.
"Agar Pertamina (juga) merasa aman dengan kondisi jika Pertalite dikompensasi, juga perlu kejelasan besaran kompensasinya," kata Mamit.
Menurut dia, besaran kompensasi 50 persen seperti yang tertuang dalam Pertalite pun masih belum mencukupi.
Apalagi, harga Pertalite dipastikan tidak akan mengalami kenaikan untuk beberapa waktu ke depan.
Editor | : | ARSN |
Sumber | : | Otomotifnet.com |
KOMENTAR