Otoseken.id - Sobat masih ingat Suzuki Esteem yang sempat beredar di tahun 1990-an?
Sedan kecil tersebut merupakan cikal bakal dari Suzuki Baleno yang menggantikannya di tahun 1996.
Rupanya ada kisah menarik mengenai Suzuki Esteem di pasar mobil seken.
Nama Marissa Haque menjadi nilai jual lebih untuk mobil yang dibanderol Rp 37 juta dalam kondisi baru saat itu.
(Baca Juga : Suzuki Ignis AGS dan M/T Pakai Oli Transmisi Sama, Ini Penjelasannya)
Istri dari Ikang Fawzi itu memang sempat menjadi bintang iklan Suzuki Esteem di era tersebut.
Suzuki pun membuat versi Marissa Haque dengan stiker 'MH Sporty' di pintu belakang dan pintu kanan-kiri bagian bawah.
Mesinnya sendiri ada yang 1.300 cc 8 katup karburator dan kemudian muncul 1.600 cc 16 katup karburator.
(Baca Juga: Suzuki Grand Vitara Generasi Ketiga, Suspensi Belakang Pakai Independen dan Mesin Lebih Bertenaga)
Yang 1.300 cc bertenaga 73 dk/6.000 rpm sementara yang 1.600 cc bertenaga 95 dk/6.000 rpm.
Esteem versi Marissa Haque tersebut hanya beredar di tahun 1992 dan 1993.
Di situs jual-beli mobil online, Esteem dibanderol di kisaran Rp 20-35 juta.
Suzuki Grand Vitara Generasi Ketiga, Suspensi Belakang Pakai Independen dan Mesin Lebih Bertenaga
Otoseken.id - Saat diluncurkan di GIIAS tahun 2015 lalu, Perubahan besar terjadi di Suzuki Grand Vitara generasi ketiga dengan mengadopsi suspensi belakang independen.
Namun untuk mempertahankan karakter di segmen Sport Utility Vehicle (SUV), Grand Vitara berkode bodi JB420 ini tetap mempertahankan penggerak roda belakang atau Rear Wheel Drive (RWD).
Suspensi belakang independen menyajikai kestabilan saat menikung cepat dengan kecepatan di atas 130 km/jam, begitu juga saat digeber di jalan lurus.
Namun itu hanya berlaku ketika ada penumpang dan pengemudi di bangku depan saja. Begitu sarat muatan atau 5 orang dewasaa plus barang bawaan, suspensi malah terasa turlalu empuk, sehingga ada gejala sedikit limbung kala menikung.
(Baca Juga: Suzuki Grand Vitara, Cermati Masalah Dan Cara Bikin Segar Kembali)
Suzuki Grand Vitara hadir sebagai 'SUV sejati' dengan penggerak roda belakang. Di mana ada keseimbangan distribusi bobot, antara berat mesin di depan dengan bobot gardan dan as kopel di belakang.
Begitu pula distribusi pemanfaatan kaki-kaki, kondisi roda depan yang bekerja keras sebagai tunpuan saat membelok sekaligus menerima beban penggerak mobil tidak akan terjadi.
Komponen kaki-kaki penggerak roda belakang relatif lebih awet, meski konsekuensinya ruang di kolong dan bobot mobil bertambah
Memang cukup mengasyikkan, ketika bermanuver tak ada gejala understeer layaknya mobil berpenggerak roda depan.
(Baca Juga: Trik Membeli Suzuki Escudo Bekas, Cek Bagian Mesin Yang Sudah Berumur)
Kemudian di dapur pacu, Suzuki menancapkan mesin di Grand Vitara berkapasitas 2.000 cc di Indonesia, padahal beberapa rivalnya di segmen SUV pada beralih ke kapastias mesin di atas 2.000 cc.
Pasar dengan SUV bermesin lebih ekonomis jadi incaran PT. Suzuki Indomobil Sales (SIS) selaku agen pemegang merek Suzuki Indonesia.
Walau mesinnya masih mengusung J20A yang dulu dipakai Escudo 2.0, namun Grand Vitara diberi ramuan baru yang bikin konsumsi bahan bakar lebih irit.
Perbedaannya kini mesin J20A sudah dilengkapi throttle by wire dan intake manifold tuning system yang mengatur pasokan bahan bakar ke dalam ruang bakar agar lebih efisien namun tetap bertenaga.
(Baca Juga: Suzuki Grand Escudo XL-7, Pertama Kali Diperkenalkan Pakai Mesin 2.700 cc dan 4WD)
Rasa penasaran pun muncul ketika ingin membandingkan performa mesin ini dengan Escudo 2.0 yang pernah dicoba OTOMOTIF.
Dari performanya, Grand Vitara bisa berakselerasi lebih cepat 1 detik untuk mencapai 100 km/jam di angka 14,15 detik.
Ketika menyentuh jarak 402 m atau seperempat mil itu, kecepatan Grand Vitara 116 km/jam, sementara Escudo 2.0 A/T yang dimensinya lebih kecil, 112,8 km/jam.
Mesin yang dipakai kini bertenaga 138 dk/6.000 rpm, sementara di generasi sebelumnya 126 dk/5.900 rpm.
(Baca Juga: Tips Beli Suzuki Ertiga Generasi Pertama, Cek Bagian Kaki-Kaki)
Begitu juga torsi meningkat jadi 183 Nm/4.000 rpm yang sebelumnya 174 Nm/4.300 rpm. Teorinya, torsi maksimum dicapai pada putaran mesin lebih rendah, membuat konsumsi bahan bakar cukup irit untuk mesin 1.995 cc ini
Pada berbagai kondisi jalanan di Jakarta, macet maupun lengang di malam hari, konsumsi seliter bensin Premium rata-rata habis untuk jarak 8,9 km atau 8,9 km/liter, mesin lama di angka 7,04 km/liter
Sementara ketika dipacu di jalan luar kota 12,25 km per liternya Tentu ini ada pengaruh dari throttle by wire yang bikin bukaan skep tidak semau kaki pengemudi, dari injakan di pedal, komputer akan mengaturnya dulu, antara putaran mesin serta campuran bahan bakar agar lebih ideal masuk ke dalam ruang bakar.
Tetapi peranti ini memberikan sedikit ganjalan ketika melibas rute tanjakan dan akan menyalip kendaraan di depan, tarikan agak kurang responsif, meski kemudian mesin langsung 'cepat tanggap' membawa tunggangan melejit dengan cepat.
Editor | : | ARSN |
KOMENTAR